
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat lagi pada perdagangan hari ini, di tengah sentimen positif dari global penanganan kasus virus corona Wuhan serta perjanjian pajak Singapura-Indonesia yang menutup beberapa faktor negatif dari dalam negeri.
Perjanjian pajak Singapura-Indonesia yang terkait dengan pengenaan kembali pajak obligasi yang dibeli warga negara pulai tersebut diyakini dapat membantu pemasukan pajak dan akan menjadi pemasukan tambahan bagi APBN.
Sentimen negatif dari dalam negeri yaitu pertumbuhan ekonomi 2019 dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang di bawah ekspektasi. Faktor lain adalah aksi ambil untung investor asing ketika harga pasar obligasi menguat sejak awal pekan ini.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0082 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 3,3 basis poin (bps) menjadi 6,57%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Ramdhan Ario Maruto, Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, menilai kenaikan pendapatan pajak obligasi yang selama ini tidak ditarik dari investor asal Singapura, yang diduga juga termasuk investor domestik yang membeli dari negara tersebut, dapat membantu APBN.
"Selain itu, kesetaraan pajak antara investor Singapura dan investor domestik dapat membantu kondusifitas pasar terjaga," ujarnya sore ini (6/2/20). Dia juga menilai penetapan pajak tidak harus langsung diberlakukan dalam jumlah yang sama tetapi adanya pengenaan sudah memberi sentimen yang baik bagi pasar dalam negeri.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, berpendapat yang sama dengan Ramdhan bahwa pajak dapat berdampak positif pada APBN.
"Positif buat pajak, yang akhirnya berdampak positif ke market juga. Karena kalau penerimaan pajak meningkat, penerimaan APBN meningkat, ekonomi tumbuh, market jadi positif juga. Tidak ada [dampak negatif dariminat investor Singapura yang turun] karena sejauh ini secara porsi, investor asing pemegang terbesar bond Indonesia itu dari Eropa."
Menurut dia, investor di Eropa sedang mencari instrumen yang dapat menawarkan return lebih besar karena di kawasan asalnya sedang terjadi quantitative easing (QE) meskipun likuiditas dana di sana masih besar. Hal tersebut, lanjutnya, membuat investor asing masih akan tertarik pada SUN dan diyakini masih akan masuk ke pasar obligasi Indonesia.
Yield Obligasi Negara Acuan 6 Feb'20 |
|||||
Seri |
Jatuh tempo |
Yield 5 Feb'20 (%) |
Yield 6 Feb'20 (%) |
Selisih (basis poin) |
Yield wajar PHEI 6 Feb'21 (%) |
FR0081 |
5 tahun |
6 |
5.97 |
-3.00 |
5.9459 |
FR0082 |
10 tahun |
6.608 |
6.575 |
-3.30 |
6.5458 |
FR0080 |
15 tahun |
7.177 |
7.15 |
-2.70 |
7.0832 |
FR0083 |
20 tahun |
7.333 |
7.331 |
-0.20 |
7.2981 |
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 0,63 poin (0,23%) menjadi 277,16 dari posisi kemarin 276,53.
Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 492 bps, menyempit dari posisi kemarin 495 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik tipis dan relatif stagnan yaitu hanya 0,2 bps hingga yield-nya menjadi 1,64%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 6 Feb'20 |
|||||
Seri |
Benchmark |
Yield 5 Feb'20 (%) |
Yield 6 Feb'20 (%) |
Selisih (Inversi) |
Satuan Inversi |
UST BILL 2019 |
3 Bulan |
1.563 |
1.562 |
3 bulan-5 tahun |
10 |
UST 2020 |
2 Tahun |
1.441 |
1.439 |
2 tahun-5 tahun |
-2.3 |
UST 2021 |
3 Tahun |
1.435 |
1.437 |
3 tahun-5 tahun |
-2.5 |
UST 2023 |
5 Tahun |
1.46 |
1.462 |
3 bulan-10 tahun |
-8.4 |
UST 2028 |
10 Tahun |
1.649 |
1.646 |
2 tahun-10 tahun |
-20.7 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.061,79 triliun SBN, atau 38,1% dari total beredar Rp 2.786 triliun berdasarkan data per 5 Februari.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih keluar dari pasar SUN senilai Rp 15,27 triliun sejak akhir pekan dan bulan lalu.
Sejak awal tahun ini, posisi investor asing berbalik negatif Rp 70 miliar dibanding posisi akhir Desember 2019 Rp 1.061,86 triliun, sehingga persentasenya sudah turun dari 38,57% pada periode yang sama. Hal tersebut mencerminkan penguatan yang terjadi sejak awal pekan ini dimanfaatkan investor asing untuk melakukan aksi ambil untung.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, masih mengalami penguatan harga secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang |
|||
Negara |
Yield 5 Feb'20 (%) |
Yield 6 Feb'20 (%) |
Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) |
6.555 |
6.48 |
-7.50 |
China (A+) |
2.913 |
2.888 |
-2.50 |
Jerman (AAA) |
-0.37 |
-0.358 |
1.20 |
Prancis (AA) |
-0.108 |
-0.1 |
0.80 |
Inggris Raya (AA) |
0.616 |
0.604 |
-1.20 |
India (BBB-) |
6.505 |
6.446 |
-5.90 |
Jepang (A) |
-0.017 |
-0.013 |
0.40 |
Malaysia (A-) |
3.119 |
3.121 |
0.20 |
Filipina (BBB) |
4.47 |
4.462 |
-0.80 |
Rusia (BBB) |
6.21 |
6.22 |
1.00 |
Singapura (AAA) |
1.659 |
1.707 |
4.80 |
Thailand (BBB+) |
1.33 |
1.275 |
-5.50 |
Amerika Serikat (AAA) |
1.649 |
1.647 |
-0.20 |
Afrika Selatan (BB+) |
8.845 |
8.785 |
-6.00 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) https://www.cnbcindonesia.com/market/20200206194149-17-135957/pajak-pembelian-sun-dari-investor-singapura-hijaukan-pasarBagikan Berita Ini
0 Response to "Pajak Pembelian SUN dari Investor Singapura Hijaukan Pasar - CNBC Indonesia"
Post a Comment